*Source: https://unsplash.com/search/photos/democracy
Prolog
Tanggal
17 April 2019 menjadi hari yang sangat ditunggu oleh seluruh Rakyat Indonesia,
bagaimana tidak, pada hari itu akan terlaksana agenda lima tahunan sebagai
bentuk perwujudan demokrasi yang selama ini digaung-gaungkan. Yah sebuah
Pemilihan Umum (PEMILU) secara serentak akan dilaksanakan pada hari itu guna
memilih dan menentukan pemimpin yang akan memimpin 265 Juta Jiwa penduduk
Indonesia untuk periode lima tahun kedepan, juga memilih wakil-wakil yang akan
duduk dikursi legislatif mewakili aspirasi dan suara rakyat. Pada hari itu
rakyat berpesta, mereka yang secara formil memenuhi syarat berhak untuk
menentukan piihan sesuai dengan hati nurani mereka yang berlandaskan asas dari pemilu
yaitu lurus, bersih, jujur, adil dan rahasia.
Fokus
utama dalam pemilu kali ini bukan kepada calon legeslatif yang jumlahnya
ratusan orang, tetapi berfokus kepada dua calon presiden yang merupakan
putra-putra terbaik milik bangsa. Yah hanya dua, formasi yang hampir mirip
dengan Pemilu 2014 lalu yang diisi oleh dua calon yang sama yang kembali
bertarung memperebutkan posisi puncak, bedanya kali ini posisi keduanya
berbeda, yang dulunya seimbang sekarang satu sisi sebagai petahana dengan
segala keuntungannya dan disisi lain diisi oleh oposisi dengan hal-hal baru
yang akan mereka hadirkan nantinya.
Apa Itu Fanatisme???
Menurut
laman wikipedia fanatisme adalah paham atau prilaku yang menunjukan
ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Jika ditelusuri lebih dalam,
sebenarnya kata fanatisme berasal dari kata fanatik, yang dalam kamus bahasa
Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran
(politik, agama, dsb). Ini diperkuat oleh pendapat dari J.P Chaplin mengenai
fanatik yaitu satu sikap penuh semangat yang berlebihan terhadap satu segi
pandangan atau satu sebab.
Suatu
sikap tersebut bisa berdasarkan pemikiran dan pemahamannya yang tidak
berubah-ubah atau tetap terhadap satu segi pandangan, yang menurut Winston
Churchill bahwa “A fanatik is one who can't change his mind and won't change
the subject” dengan artian bahwa seseorang yang fanatik yang mana tidak bisa
berubah pemikirannya dan tidak akan berubah pokok materi. Fanatik berbeda
dengan fanatisme, fanatik merupakan sifat yang timbul saat seseorang menganut fanatisme
(faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab dan fanatic merupakan
akibat.
Panatisme
dan Pilpres
Semakin
mendekati hari H maka suasa politik dalam masyarakat juga semakin memanas. Para
pendukung kedua kubu tidak henti-hentinya meneriakan keunggulan-keunggulan
calon yang mereka dukung atau sekedar menyampaikan “kebusukan” pesaing mereka,
hal ini bisa terjadi karena mereka sudah tidak sabar melihat orang yang mereka
dukung kembali duduk dikursi nomor satu pemerintahan atau baru menduduki kursi
tersebut.
Calon-calon
yang sekarang bertarung di pilpres juga manusia biasa yang tak akan luput dari
kesalahan baik itu dalam tindakan maupun ucapan. Seringkali ketika pidato atau
orasi didepan publik beberapa kalimat yang tidak seharusnnya terucap malah
terucap, tindakan yang seharusnya tidak dilakukan malah dilakukan, toh wajar
namanya juga manusia biasa. Jika menilai itu semua dengan menggunakan hati
nurani dan intelektual, maka akan dengan mudah menentukan apakah itu salah atau
malah sebaliknya. Namun seringkali fanatisme terhadap calon tersebut malah
mengesampingkan hati nurani dan intelektual bahkan harga diripun ikut diabaikan.
Fanatisme berlebihan seperti itu sering kali ditemukan di media sosial dimana
perdebatan setiap harinya terjadi, yang setiap saat mengagungkan dukungan
mereka dan menganggap “hina” lawannya. Selalu mengganggap diri mereka bagaikan
malaikat yang segala tindakannya benar apapun itu dan melihat orang lain
sebagai iblis yang selalu salah, selalu mencari kesalahan-kesalahan orang lain
dan menjadikannya bahan perdebatan.
Fanatik terhadap seseorang khususnya seorang
calon pemimpim boleh-boleh saja asal tidak melewati batas garis merah yang telah
ditetapkan. Jika salah katakan salah jika benar katakan benar, jangan sampai
rela berdebat sampai mulut berbusah hanya demi sesuatu yang salah. Dahulukan
hati nurani dan intelektual serta harga dirimu, rakyat bersatu Indonesia sejahtera.
Comments
Post a Comment