Pengertian Tindak Pidana

Image
*Gambar oleh Succo dari Pixabay Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam hukum pidana, oleh karena itu istilah tindak pidana harus diartikan secara ilmiah dengan penentuan yang jelas agar dapat memisahkan dengan istilah yang dipergunakan sehari-hari dalam masyarakat. [1] Istilah tindak pidana adalah istilah yang secara resmi digunakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam tulisan-tulisan para pakar hukum pidana Indonesia, sering juga digunakan istilah “delik” sebagai padanan dari istilah tindak pidana. Istilah “delik” berasal dari kata delict dalam bahasa Belanda, namun ada pula yang menggunakan istilah “perbuatan pidana” untuk tindak pidana. [2] Sehingga tindak pidana dapat diartikan sebagai prilaku yang melanggar kete

Hati Nurani, Intelektual, dan Harga Diriku Bukan Untuk Fanatisme


*Source: https://unsplash.com/search/photos/democracy
Prolog
Tanggal 17 April 2019 menjadi hari yang sangat ditunggu oleh seluruh Rakyat Indonesia, bagaimana tidak, pada hari itu akan terlaksana agenda lima tahunan sebagai bentuk perwujudan demokrasi yang selama ini digaung-gaungkan. Yah sebuah Pemilihan Umum (PEMILU) secara serentak akan dilaksanakan pada hari itu guna memilih dan menentukan pemimpin yang akan memimpin 265 Juta Jiwa penduduk Indonesia untuk periode lima tahun kedepan, juga memilih wakil-wakil yang akan duduk dikursi legislatif mewakili aspirasi dan suara rakyat. Pada hari itu rakyat berpesta, mereka yang secara formil memenuhi syarat berhak untuk menentukan piihan sesuai dengan hati nurani mereka yang berlandaskan asas dari pemilu yaitu lurus, bersih, jujur, adil dan rahasia.
Fokus utama dalam pemilu kali ini bukan kepada calon legeslatif yang jumlahnya ratusan orang, tetapi berfokus kepada dua calon presiden yang merupakan putra-putra terbaik milik bangsa. Yah hanya dua, formasi yang hampir mirip dengan Pemilu 2014 lalu yang diisi oleh dua calon yang sama yang kembali bertarung memperebutkan posisi puncak, bedanya kali ini posisi keduanya berbeda, yang dulunya seimbang sekarang satu sisi sebagai petahana dengan segala keuntungannya dan disisi lain diisi oleh oposisi dengan hal-hal baru yang akan mereka hadirkan nantinya.
Apa Itu Fanatisme???
Menurut laman wikipedia fanatisme adalah paham atau prilaku yang menunjukan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya kata fanatisme berasal dari kata fanatik, yang dalam kamus bahasa Indonesia artinya adalah teramat kuat kepercayaan (keyakinan) terhadap ajaran (politik, agama, dsb). Ini diperkuat oleh pendapat dari J.P Chaplin mengenai fanatik yaitu satu sikap penuh semangat yang berlebihan terhadap satu segi pandangan atau satu sebab.
Suatu sikap tersebut bisa berdasarkan pemikiran dan pemahamannya yang tidak berubah-ubah atau tetap terhadap satu segi pandangan, yang menurut Winston Churchill bahwa “A fanatik is one who can't change his mind and won't change the subject” dengan artian bahwa seseorang yang fanatik yang mana tidak bisa berubah pemikirannya dan tidak akan berubah pokok materi. Fanatik berbeda dengan fanatisme, fanatik merupakan sifat yang timbul saat seseorang menganut fanatisme (faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab dan fanatic merupakan akibat.
Panatisme dan Pilpres
Semakin mendekati hari H maka suasa politik dalam masyarakat juga semakin memanas. Para pendukung kedua kubu tidak henti-hentinya meneriakan keunggulan-keunggulan calon yang mereka dukung atau sekedar menyampaikan “kebusukan” pesaing mereka, hal ini bisa terjadi karena mereka sudah tidak sabar melihat orang yang mereka dukung kembali duduk dikursi nomor satu pemerintahan atau baru menduduki kursi tersebut.
Calon-calon yang sekarang bertarung di pilpres juga manusia biasa yang tak akan luput dari kesalahan baik itu dalam tindakan maupun ucapan. Seringkali ketika pidato atau orasi didepan publik beberapa kalimat yang tidak seharusnnya terucap malah terucap, tindakan yang seharusnya tidak dilakukan malah dilakukan, toh wajar namanya juga manusia biasa. Jika menilai itu semua dengan menggunakan hati nurani dan intelektual, maka akan dengan mudah menentukan apakah itu salah atau malah sebaliknya. Namun seringkali fanatisme terhadap calon tersebut malah mengesampingkan hati nurani dan intelektual bahkan harga diripun ikut diabaikan. Fanatisme berlebihan seperti itu sering kali ditemukan di media sosial dimana perdebatan setiap harinya terjadi, yang setiap saat mengagungkan dukungan mereka dan menganggap “hina” lawannya. Selalu mengganggap diri mereka bagaikan malaikat yang segala tindakannya benar apapun itu dan melihat orang lain sebagai iblis yang selalu salah, selalu mencari kesalahan-kesalahan orang lain dan menjadikannya bahan perdebatan.
 Fanatik terhadap seseorang khususnya seorang calon pemimpim boleh-boleh saja asal tidak melewati batas garis merah yang telah ditetapkan. Jika salah katakan salah jika benar katakan benar, jangan sampai rela berdebat sampai mulut berbusah hanya demi sesuatu yang salah. Dahulukan hati nurani dan intelektual serta harga dirimu, rakyat bersatu Indonesia sejahtera.

Comments

Popular posts from this blog

Pantaskah Hukuman Mati Untuk Koruptor

Contoh Surat Tuntutan Pidana Penggelapan

Hubungan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pegadilan HAM Dengan Kasus Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Resume Singkat: Advokasi

Lembaga Negara yang Berwenang Mengubah Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Kontrak Pemain Sepak Bola

Perubahan Konstitusi Beberapa Negara di Dunia

Hidup di Asrama Bagai Hidup dalam Sangkar

Pengertian Tindak Pidana

Drama Kasus Korupsi Negeri Ini (e-KTP)