Indonesia
merupakan negara yang menganut sistem hukum campuran dimana dalam pelaksanaan
hukumnya terdapat unsur dari sistem hukum common law, civil law maupun dari
hukum islam. Di indonesia umumnya dikenal dua hukum yaitu hukum pidana dan
hukum perdata, hukum pidana merupakan hukum yang bersifat publik yang mengatur
hal-hal yang bersifat umum yang mencakup hubungan negara dengan warga negaranya
sedangkan hukum perdata merupakan hukum yang bersifat privat yang mengatur
hal-hal yang berhubungan antar satu individu dengan individu lain maupun dengan
badan hukum.
Terkhusus
dalam hukum pidana karena bersifat publik atau umum maka dalam hukum pidana
formil dikenal sebuah istilah ketentuan pidana dimana dalam ketentuan pidana
ini merupakan hal-hal yang dilarang atau tidak boleh dilakukan yang apabila ada
dilanggar maka ada sanksi pidana yang dikenakan sesuai dengan perbuatan pidana
yang dilakukan berdasarkan apa yang diatur didalam undang-undang.
Dalam
kitab undang-undang hukum pidana (KUHPidana) dalam pasal 10 diatur mengenai
hukuman bagi orang yang melakukan perbuatan tindak pidana, hukuman tersebut
dibagi kedalam dua jenis yaitu hukuman pokok dan hukum tambahan. Hukuman pokok
sendiri terdiri atas hukuman mati, hukuman penjara, hukuman kurungan dan
hukuman denda sedangkan hukuman tambahan meliputi pencabutan beberapa hak
tertentu, perampasan barang tertentu dan pengumuman keputusan hakim.
Di
Indonesia yang masih sering menjadi perdebatan diantara orang-orang yang
bergelut di dunia hukum adalah pemberlakuan hukuman mati, banyak pihak yang
setuju dengan pemberlakuan hukum mati namun disisi lain banyak juga yang
menentang hukuman mati dengan alasan melanggar hak asasi manusia yaitu hak
untuk hidup.
Selain pasal 10 KUHP, masih ada beberapa
pasal dalam KUHP yang mengatur mengenai hukuman mati yang merupakan
penjelasan-penjelasan mengani prosedur menjatuhan hukuman mati. Sedangkan untuk
tindak pidana yang ancaman hukumannya hukuman mati yang terdapat dalam KUHP
meliputi kejahatan terhadap kepala negara dengan maksud membunuh atau merampas
kemerdekaan (pasal 104), tindakan melakukan perbuatan permusuhan dengan negara
lain yang mengakibatkan perang (pasal 111 ayat 2), tindakan penghianatan kepada
negara (pasal 124 ayat 3), makar terhadap raja atau kepala negara sahabat yang
mengakibatkan kematian (pasal 140 ayat 2 dan 3), pembunuhan berencana (pasal
340), tindakan yang mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bersekutu (pasal 365 ayat 4).
Meskipun hukuman mati telah dijadikan
ancaman pidana namun dalam pasal-pasal tersebut masih terdapat hukuman
alternatif yang bisa dijatuhkan oleh hakim ketika seseorang terbukti melakukan
tindak pidana yang diatur dalam pasal yang disebutkan diatas, hukuman
alternatif tersebut biasanya hukuman seumur hidup, penjara, kurungan dan denda.
Realitasnya seperti kasus pembunuhan
berencana yang tahun lalu menghebohkan masyarakat, dimana pelaku pembunuhan mencampurkan
zat kimia sianida kedalam sebuah kopi yang mengakibatkan korban yang meminum
kopi tersebut meniggal dunia, dalam persidangan jaksa penuntut umum mendakwa
terdakwa dengan pasal 340 KUHP yaitu pembunuhan berencana. Jika berdasarkan
bukti-bukti dan keyakinan hakim, hakim bisa menjatuhkan hukuman mati kepada
terdakwa namun karena didalam pasal 340 terdapat hukuman alternatif maka hakim
memutuskan menjatuhkan hukuman penjara selama 20 tahun kepada terdakwa.
Selain tindak pidana yang terdapat dalam
KUHP ada juga tindak pidana yang diatur diluar KUHP atau tindak pidana khusus yang artinya
berlaku untuk orang tertentu, diantaranya adalah tindak pidana korupsi dan
tindak pidana narkotika.
Berkaitan dengan hukuman mati, beberapa
tahun lalu presiden republik indonesia menolak permohonan grasi yang diajukan
oleh tersangka kasus pengedaran narkoba yang telah dijatuhi hukuman mati,
sebagaimana yang diketahui untuk menyelamatkan generasi muda indonesia dari
pengaruh narkotika maka pemerintah memberikan ancamam yang tegas kepada para
pengedar narkotika dengan ancaman hukuman mati. Namun masih banyak pengedar
narkotika yang mengedarkan barang haram tersebut ke masyarakat, sehingga sampai
sekarang ini sudah lebih dari sepuluh orang terpidana mati yang sudah di eksekusi
di pulau nusakambangan, baik yang berstatus warga negara indonesia maupun warga
negara asing.
Pihak-pihak yang tidak setuju dengan
adanya hukuman mati menganggap bahwa hukuman mati adalah perbuatan yang
melanggar hak asasi manusia yaitu hak untuk hidup, karena telah dijelaskan
dalam konstitusi indonesia bahwa setia orang berkah untuk hidup serta
mempertahankan hidup dan kehidupannya (pasal 28I ayat 1 UUD 1945). Menurut
mereka hak untuk hidup adalah hak yang termasuk kedalam hak yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun, negara-negara eropa juga sudah banyak yang
menghilangkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana dengan alasan hak asasi
manusia yang memang pada saat sekarang ini sangat dijunjung tinggi oleh
masyarakat inernasional.
Sedangkan dari pihak yang setuju dengan
adanya hukuman mati mengatakan bahwa tindakan pengedaran narkoba sudah
seharusnya dijatuhkan hukuman mati karena secara tidak langsung melanggar hak
hidup orang lain, sebagai bukti angka kematian akibat narkoba mencapai ribuan setiap
tahunnya. Secara nyata narkoba memang tidak langsung membunuh namun secara
perlahan akan menyebabkan kecanduan bagi penggunanya, pencandu yang tidak mampu
lagi membeli narkoba akan melakukan berbagai macam cara diantaranya pencurian
atau perampokan yang bisa berujung kepada pembunuhan, selain itu narkoba juga
bisa menyebabkan penyakit aids yang juga bisa menyebabkan kematian jika dalam
mengonsumsi narkoba menggunaka alat suntik yang digunakan secara terus menerus
dan berganti-gantian. Oleh karena itu pengedaran narkotika dianggap sebagai
suatu perbuatan yang secara tidak langsung merenggut hak hidup orang banyak
sehingga hukuman mati pantas diberikan kepada pengedar narkotika, hukuman mati
juga diharapkan memberikan efek takut kepada para pengedar untuk tidak lagi
mengedarkan narkotika.
Lalu muncul pertanyaan apakah hukuman
mati juga bisa diterapkan kedalam tindak pidana Korupsi?
Banyak orang menanyakan kenapa pelaku
tindak pidana korupsi tidak dihukum mati, padahal korupsi merupakan tindak
pidana yang hampir sama dengan narkotika karena tindak pidana korupsi merupakan
penyalahgunaan keuangan negara untuk kepentingan pribadi oleh seseorang atau
beberapa orang. Sehingga dampak yang ditimbulkanpun hampir sama dengan tindak
pidana narkotika.
Bisa dibayangkan misalnya negara menganggarkan
uang sebesar lima triliun rupiah untuk dana bantuan sosial yang peruntutannya
untuk individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya secara
tidak terus menerus dan bersifat selektif dengan tujuan untuk melindungi dari
kemungkinan terjadinya resiko sosial. Jika bantuan sosial tersebut ditargetkan
untuk sepuluh juta kepala keluarga yang dinyatakan layak dengan jumlah yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Namun bagaimana seandainya bantuan sosial tersebut
disalahgunakan oleh orang atau pejabat yang memiliki kewenangan dalam
mengurusnya, sehingga dana bantuan sosial yang seharusnya sampai ketangan
masyarakat akan berkurang atau mungkin tidak ada sama sekali. Kemudian berdampak
tidak terpenuhinya hak-hak yang seharusnya diterima oleh masyarakat.
Meskipun negara Indonesia adalah negara
yang kaya akan sumber daya alam yang sangat berbeda jauh dengan negara yang
berada di Afrika yang sumber daya alamnya sangat minim yang mengakibatkan
banyak penduduknya yang mengalami kekurangan makanan dan gizi sehingga dampak
jangka panjangnya dapat menimbulkan kematian karena kelaparan, walaupun di
Indonesia kasus kematian yang disebabkan oleh faktor kelaparan jarang terdengar
atau tidak pernah sama sekali dalam setahun terakhir ini. Namun tidak menutup
kemungkinan dari sekian luas wilayah negara Indonesia ada masyarakat yang
menderita kekurangan gizi karena dana yang seharusnya sampai ketangan mereka
disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Korupsi di indonesia sudah termasuk
kedalam kategori extra ordinary crime atau
kejahatan luar biasa artinya sudah menjadi tindak pidana yang harus
diperhatikan dengan khusus dengan cara meminimalisir atau menguranginya. Ancaman
pidana yang terdapat dalam undang-undang tindak pidana korupsi yang sekarang
ini berlaku adalah hukuman penjara atau hukuman denda serta pidana tambahan
sebagaimana yang disebutkan pada bagian awal. Namun dengan ancaman tersebut
korupsi masih saja tumbuh sampai sekarang, kasus e-KTP merupakan kasus yang
sekarang ini marak diperbincangkan semua kalangan.
Jika seperti ini, haruskah undang-undang
tindak pidana korupsi direvisi dengan memperberat acaman pidananya sehingga
menimbulkan efek jera atau mungkin menambahkan hukuman mati kedalam acamanan
pidana dalam pasal undang-undang tipikor. Semua itu akan sulit atau mungkin
mustahil untuk dilakukan, karena masih banyak pihak yang tidak setuju dengan
hukuman mati, merevisi undang-undang juga tidak semudah yang dibayangkan karena
memerlukan pembahasan dan persetujuan dari lembaga legeslatif dan sebagaimana
yang diketahui bahwa pelaku tindak pidana korupsi banyak yang berasal dari
oknum lembaga legeslatif.
Berkaca dari negara-negara luar yang
masih dalam lingkup asia yang menerapkan hukuman mati bagi pelaku tindak pidana
korupsi di negaranya, banyak artikel yang mengatakan bahwa di negara tersebut
angka kasus korupsi tergolong sedikit (meskipun dalam artikel tersebut tidak
menyertakan data yang valid), haruskah Indonesia juga menerapkan hal tersebut
untuk membasmi tindak pidana korupsi yang sudah hampir membudaya?
Jika hukum di Indonesia tidak bisa
menghilangkan prilaku korupsi di negara ini, biarlah hukum allah yang
menghukumnya.
The Best Roulette Games in 2021 - AprCasino
ReplyDeleteFind the best roulette games at AprCasino. Play 메이저 카지노 사이트 exciting slots and table games with real money prizes! Play for real prizes!Table games · The Best Online Roulette Games · Online Roulette · Baccarat