Pengertian Tindak Pidana

Image
*Gambar oleh Succo dari Pixabay Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana. Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam hukum pidana, oleh karena itu istilah tindak pidana harus diartikan secara ilmiah dengan penentuan yang jelas agar dapat memisahkan dengan istilah yang dipergunakan sehari-hari dalam masyarakat. [1] Istilah tindak pidana adalah istilah yang secara resmi digunakan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia. Dalam tulisan-tulisan para pakar hukum pidana Indonesia, sering juga digunakan istilah “delik” sebagai padanan dari istilah tindak pidana. Istilah “delik” berasal dari kata delict dalam bahasa Belanda, namun ada pula yang menggunakan istilah “perbuatan pidana” untuk tindak pidana. [2] Sehingga tindak pidana dapat diartikan sebagai prilaku yang melanggar kete

Hubungan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pegadilan HAM Dengan Kasus Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu

Sebagaimana sebelumnya dijelaskan bahwa ketika terjadi reformasi tahun 1998 terjadi beberapa tindakan yang menurut pandangan beberapa ahli tindakan tersebut termasuk kedalam kategori pelanggaran HAM berat. Tindakan-tindakan tersebut diantaranya adalah kasus penembakan mahasiswa Trisakti, tragedi Semangging I dan II, tragedi Tanjung Priok, kasus Timor-Timur dan lain-lain. Sejauh ini dalam perkembangannya sudah ada beberapa kasus yang telah ditetapkan pelaku yang dianggap bertanggung jawab atas insiden tersebut, misalnya kasus Trisakti telah ditetapkan dalam Mahkamah Militer beberapa orang perwira Polri menjadi tersangka. Sementara itu dua kasus lainnya yaitu kasus Timor-Timur 1999 dan kasus Tanjung Priok 12 September 1984 sudah diajukan ke pengadilan HAM ad hoc.
Dalam kasus Timor-Timur 1999, dari 18 orang yang diadili dalam di pengadilan HAM ad hoc hanya dua orang dinyatakan bersalah, mereka adalah mantan Gubernur Timor-Timur Abilio Soares dan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi Eurico Guterres, namun keduanya bebas setelah setelah permohonan peninjauan kembali yang mereka ajukan diterima oleh Mahkamah Agung. Sementara itu dalam kasus Tanjung Priok 12 September 1984 para terdakwa yang semula dinyatakan bersalah bebas di tingkat kasasi Mahkamah Agung.
Pada tahun 2000 telah dirumuskan dan disahkan undang-undang yang mengatur tentang pengadilan hak asasi manusia yang memiliki tujuan untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi didalam teritorial negara Indonesia.
Namun dalam kenyataannya pemberlakuan undang-undang nomor 26 tahun 2000 masih menuai kontroversi dari beberapa pihak, pasalnya dianggap melanggar asas retroaktif atau berlaku surut. Asas retroaktif adalah asas yang menyatakan bahwa suatu undang-undang tidak dapat diberlakukan terhadap kasus-kasus yang terjadi sebelum undang-undang tersebut disahkan atau berlaku. Hal ini dijadikan alasan beberapa pihak yang terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lampau untuk menghindari proses hukum.
Permasalahan mengenai berlaku surutnya undang-undang nomor 26 tahun 2000 terjawab dalam BAB X ketentuan penutup undang-undang ini. Dalam pasal 46 disebutkan “untuk pelaggaran hak asasi manusia yang berat sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini tidak berlaku ketentuan mengenai kadaluarsa”. Dilanjutkan dalam pasal 47 ayat (1) “pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang ini tidak menutup kemungkinan penyelesaiannya dilakukan oleh komisi kebenaran dan rekonsiliasi” ayat (2) “komisi kebenaran dan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan Undang-undang”.
Berdasarkan bunyi dari pasal 46 dan 47 undang-undang nomor 26 tahun 2000, maka tidak menutup kemungkinan kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu untuk diproses kembali. Instrument yang bisa dilakukan adalah pembentukan pengadilan HAM ad hoc dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), tujuan dari KKR adalah memberi hak bersuara kepada para korban secara individual agar bisa mendapatkan keadilan yang bisa berupa konpensasi, restitusi, serta rehabilitasi.

Comments

Popular posts from this blog

Pantaskah Hukuman Mati Untuk Koruptor

Contoh Surat Tuntutan Pidana Penggelapan

Lembaga Negara yang Berwenang Mengubah Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Resume Singkat: Advokasi

Perubahan Konstitusi Beberapa Negara di Dunia

Kontrak Pemain Sepak Bola

Hidup di Asrama Bagai Hidup dalam Sangkar

Pengertian Tindak Pidana

Drama Kasus Korupsi Negeri Ini (e-KTP)