Beberapa
pertanyaan sering kali muncul di kalangan masyarakat namun
pertanyaan-pertanyaan itu memiliki maksud atau tujuan yang sama. Baik itu
pertanyaan yang langsung dilontarkan dari mulut maupun pertanyaan yang
diposting ke sosial media baik yang ditempatkan di bilah status ataupun di grup
komuitas yang berbasic regional.
Banyak
yang menanyakan, kenapa KTP saya belum jadi? Apakah di dinas Transduk sudah ada
belangko KTP? Saya sudah merekan untuk pembuatan KTP beberapa bulan lalu tapi
kenapa KTP saya sampai detik ini belum jadi? Ketiga pertanyaan tersebut merupakan
keresahan yang dialami oleh beberapa masyarakat yang sudah mengajukan pembuatan
KTP ke dinas Transduk (Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan) namun belum
mendapatkan KTP mereka. Banyak diantara masyarakat yang memerlukan KTP untuk
mengurus beberapa hal diantaranya pembuatan SIM serta keperluan lainnya, sebagaimana
pada umumnya di Indonesia dalam hal pengurusan berkas dan lain-lain KTP
merupakan persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang
secara hukum sudah memenuhi syarat untuk memiliki KTP.
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut akhirnya terjawab, namun bukan jawaban yang memuaskan melainkan sebuah
jawaban yang semakin memperparah keresahan masyarakat. Tidak lain dan tidak
bukan jawaban tersebut adalah terungkapnya kasus korupsi pengadaan KTP
elektronik yang merugikan negara triliunan rupiah, berdasarkan artikel dari
laman detiknews sebenarnya kasus E-KTP ini sudah mulai pada tahun 2011 namun
baru menjadi perhatian publik pada tahun 2017.
Beberapa
orang yang sudah ditetapkan tersangka oleh KPK diantaranya, Sugiharto yang
merupakan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat
Kependudukan dan Catatan Sipil Kemedagri, Irman mantan Dirjen Dukcapil
Kemendagri, Andi Narogong pengusaha pelaksana protek e-KTP, Markus Nuri anggota
DPR serta Setya Novanto ketua DPR RI serta ketua Umun Partai Golkar.
Tersangka
yang paling popular dan menjadi bahan pembicaraan beberapa pakar hukum, LSM,
organisasi-organisasi anti korupsi, mahasiswa dan masyrakat umum adalah Setya
Novanto. Bagaimana tidak, dalam penetapan status Setya Novanto sebagai
tersangka e-KTP terjadi beberapa drama
yang menjadi pusat perhatian.
Setya
Novanto pertama kali dijadikan status sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 17 Juli 2017, kemudian Setya
Novanto megajukan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka di
pengadilan negeri Jakarta Selatan. Sebuah drama terjadi, ketika ditetapkan
sebagai tersangka Setya Novanto tiba-tiba masuk rumah sakit sehingga tidak bisa
memberikan keterangan kepada KPK, namun setelah pengajuan prapradilan yang
dipimpin oleh hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan memenangkan Setya Novanto
dan menyatakan tidak sah status tersangka atas Setya Novanto tiba-tiba beberapa
hari setelah praperadilan tersebut tuhan “memberi” kesembuhan sehingga Setya
Novanto bisa keluar dari rumah sakit dan kembali menjalankan aktifitas seperti
biasanya.
KPK
selaku lembaga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk memberantas
tindak pidana yang terjadi di Indonesia tidak menyerah atas kasus tersebut. KPK
kembali menerbitkan surat perintah penyidikan baru atas Setya Novanto, dan
akhirnya pada tanggal 10 November 2017 ditetapkan kembali sebagai tersangka.
Ibarat
sebuah drama korea yang terdiri atas beberapa episode, pemanggilan Setya
Novanto oleh KPK untuk hadir memberikan keterangan terkait kasus e-KTP tidak
pernah dihadiri oleh yang bersangkutan, beberapa alasan yang pernah dilontarkan
oleh tin kuasa hukum Setya Novanto adalah kliennya tersebut sedang malakukan
kunjungan kerja sebagai ketua DPR, KPK jika ingin memanggil Setya Novanto harus
dengan ijin Presiden, Setya Novanto memilik hak imunitas sebagai ketua DPR. Hal
tersebut dibantah oleh mantan Ketua MK Mahfud MD dalam acara Indonesai Lawyers
Club di sebuah stasiun tv yang mengatakan KPK tidak perlu meminta ijin kepada
Presiden jika ingin memanggil pimpinan lembaga negara yang terlibat kasus
tindak pidana khusus, begitu pula dengan hak imunitas anggota DPR tidak berlaku
jika mereka terlibat dalam sebuah tindak pidana.
Episode
selanjutnya dari drama tersebut, KPK akhirnya mengeluarkan perintah penangkapan
paksa atas Setya Novanto yang tidak pernah menghadiri panggilan KPK. Pada rabu
malam tepatnya pada tanggal 15 November beberapa penyidik KPK mendatangi rumah
tersangka dengan maksud untuk menjemput paksa yang bersangkutan, namun apa yang
terjadi? Setya Novanto ibarat menghilang ditelan bumi, beliau tidak ada di
kediamannya bahkan kuasa hukum dan istrinya tidak mengetahui keberadaan Setya
Novanto. Mungkinkah beliau kabur keluar negeri?
Ternyata
tidak, sebuah episode baru terjadi untuk melengkapi episode-episode sebelumnya.
Beberapa jam setelah kabar bahwa Setya Novanto menghilang muncul berita yang
mengatakan bahwa sebuah mobil Toyota Fortuner yang diduga miliki Setya Novanto
mengalami kecelakaan disebuah jalan di Jakarta. Dan kembali Setya Novanto masuk
ruamh sakit untuk kedua kalinya namun kali ini bukan karena sakit melainkan
karena mengalami luka yang menurut kuasa hukumnya sangat parah, kepala mengalami
luka dan sebuah benjolan yang sangat besar dikepalanya sehingga memerlukan
waktu untuk istirahat untuk pemulihan pasca kecelakaan. Namun muncul beberapa
kejanggalan yang menurut salah satu acara berita sebuah stasiun tv mobil
fortuner tersebut tidak mengalami kerusakan yang parah, kaca mobil masih utuh,
airbag yang seharusnya mengembang ketika mobil mengalami benturan tidak
mengembang sama sekali, tiang listrik yang ditabrak masih berdiri kokoh, dan
yang terpenting ajudan Setya Novanto dan supir yang mengendarai mobil yang juga
merupakan karyawan salah satu stasiun tv tidak mengalami luka yang serius. Padahal
posisi duduk Setya Novanto ada di kusri kedua dibelakang kemudi, disitulah
muncul beberapa pertanyaan dari berbagai kalangan, bisahkan orang yang duduk
dikursi penumpang bisa terluka parah sedangkan yang duduk didepan tidak
mengalami luka serius ketika mobil menabrak sesuatu? Apakah mungkin kecelakaan
yang tidak megakibatkan kerusakan parah pada kendaraan itu bisa membuat
penumpang yang ada didalamnya terluka parah?
Biarkan
pertanyaan-pertanyaan itu dijawab oleh mereka-mereka yang ahli dibidang
tersebut dan memiliki pengetahuan atas itu. Terlepas kecelakaan tersebut adalah
bagian dari sebuah episode atau memang kecelakaan yang benar-benar terjadi
diluar kehendak, hanya Setya Novanto, ajudannya, sopir serta tuhan yang tahu
kejadian sebenarnya. Sebagai rakyat biasa hanya bisa berharap hukum di negara
ini bisa ditegakan serta kasus-kasus korupsi bisa ditumpas atau diminimalisir.
Sampai
tulisan ini selesai dibuat, Setya Novanto masih terbaring diruang perawatan
RSCM dan KPK untuk sementara menunda pemeriksaan atasnya dengan alasan yang
bersangkutan masih membutuhkan perawatan dan belum bisa memberikan keterangan. Jikapun
memang benar Setya Novanto melakukan tindak pidana korupsi, semoga pihak-pihak
yang berperan ambil bagian dari drama tersebut dibukanan hatinya untuk berbalik
menegakan kebenaran. Meskipun lolos dari hukum dunia yakinlah bahwa hukum akhirat
tidak akan membiarkan lolos bagaimanapun cara dan upaya yang dilakukan. Hanya bisa
berdoa semoga tuhan kembali “memberikan” kesembuhan kepada Setya Novanto agar
KPK bisa melanjutkan proses penyidikan atas kasus tersebut.
Akhir
dari sebuah drama masih menyisahkan tanda Tanya (?)
Comments
Post a Comment