KPK sebagai lembaga anti korupsi
Korupsi
bukan lagi kejahatan yang bisa dipandang sebelah mata atau disepelekan, pada
saat sekarang ini korupsi telah menjelma menjadi kejahatan yang luar biasa yang
senantiasa mengintai setiap aspek pemerintahan sepanjang waktu. Sehingga membutuhkan
upaya luar biasa untuk menanggulangi baik secara preventif maupun represif, salah
satu upaya yang dilakukan adalah dibentuknya lembaga khusus yang memiliki
kewenangan dalam memberantas tindak pidana korupsi yang saat ini kita kenal
dengan lembaga KPK. KPK sendiri merupakan lembaga ad hoc, yang artinya hanya lembaga sementara yang dibentuk untuk
mengambil alih peran Kepolisian dan Kejaksaan dalam memberantas tindak pidana
korupsi karena kedua lembaga tersebut dianggap belum mampu atau tidak bisa
memberantas tindak pidana korupsi secara maksimal. KPK secara formil dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, dimana tugas dan fungsi beserta struktur organisasinya
diatur dalam pasal-pasal UU tersebut.
Virus korupsi menjangkit pemerintahan
daerah
Praktek
korupsi yang dulunya hanya terjadi dilingkup pemerintah pusat saja kini mulai
juga menjangkit pemerintah daerah (pemda). Sebenarnya praktek tindak pidana
korupsi dilingkup pemda sudah mulai terjadi ditahun 2004 namun jumlahnya hanya
2 sampai 3 kasus saja. Berdasarkan data yang dihimpun dalam laman berita IDM
TIMES dalam kurung tahun 2004-2006 hanya ada 6 kepala daerah yang bermasalah,
tahun 2007-2009 jumlah tersebut meningkat 3 kali lipat menjadi 18 kasus, dan
penurunan sempat terjadi dalam periode tahun 2010-2012 dengan 10 kasus. Namun setelahnya, yaitu tahun 2013-2015 kembali meningkat menjadi 22 kasus, dan yang menjadi
periode puncak yaitu tahun 2016-2018 meningkat pesat menjadi 43 kasus dan tidak
menutup kemungkinan masih akan bertambah sampai akhir tahun 2018. Kasus yang
terbaru adalah Bupati Kabupaten Bekasi dan Kabupaten Cianjur yang terjaring OTT
KPK.
Yang lebih
parah lagi, virus korupsi tidak hanya sampai di pemda tingkat kabupaten saja
akan tetapi telah sampai ke tingkat desa. Berdasarkan data kompas bulan
November 2018 ada 184 tersangka tindak pidana korupsi dilingkup pemerintahan
desa yang didominasi oleh Kepala Desa.
Peran masyarakat
Banyaknya
kepala daerah yang terjaring OTT KPK tak lepas dari peran serta masyarakat
dalam pengawasan penyelenggaran pemerintahan, lantas bagaimana cara masyarakat
mengambil bagian dalam pemberantasan tindak pidana korupsi?
Telah diatur
dalam PP No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dan Pemberian Penghargaan dalam Penegakan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Dalam
pasal 2 ayat 2 peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk: (a) hak
mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi
tindak pidana korupsi; (b). hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari,
memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana
korupsi kepada Penegak Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; (c).
hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada Penegak
Hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; (d). hak untuk memperoleh
jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang diberikan kepada Penegak Hukum;
dan (e). hak untuk memperoleh pelindungan hukum.
Masyarakat
dapat mencari dan memperoleh informasi mengenai dugaan telah terjadi tindak
pidana korupsi dengan mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang pada
badan publik atau swasta baik itu secara lisan maupun tulisan melalui media
cetak atau elektronik. Kemudian dapat memberikan informasi yang didapat ke
pejabat yang berwenang atau penegak hukum dalam bentuk laporan yang ditanda
tangani pelapor dan penegak hukum atau pejabat yang menerima laporan. Adapun laporan
tersebut harus memuat identitas pelapor dan fakta tentang dugaan terjadi tindak
pidana korupsi. Mengenai saluran pelaporan dugaan tindak pidana korupsi,
masyarakat dapat mengakses dan melihat di situs website KPK.
Perlindungan hukum saksi
pelapor tindak pidana korupsi
Kendala
terbesar mengenai pengaduan atau pelaporan tindak pidana korupsi adalah
keselamatan baik itu keselamatan pelapor sendiri maupun keluarga dan
orang-orang terdekatnya. Jika pelaporan dugaan tindak pidana korupsi tersebut menyangkut
seorang pejabat tinggi atau orang-orang yang memiliki relasi dengan pejabat tinggi, serta tidak menutup kemungkinan preman-preman juga ikut dikerahkan untuk
mengancam si pelapor. Oleh karena itu Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
(LPSK) memberikan perlindungan kepada orang yang berani melaporkan dugaan
tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam PP yang telah disebutkan
sebelumnya dan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
dalam pasal 5 menyatakan bahwa “setiap
pelapor berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum maupun rasa
aman”. Karena seringkali pelapor tindak pidana korupsi mendapat serangan
balik seperti tuntutan pencemaran nama baik. KPK juga akan menjamin kerahasian
data-data dan identitas pelapor karena telah diatur dalam UU No. 30 Tahun 2002
tentang KPK, yang berkewajiban memberi perlindungan terhadap saksi atau pelapor
yang menyampaikan laporan ataupun memberikan keterangan mengenai tindak pidana
korupsi.
Comments
Post a Comment