Aneh
rasanya saya melihat beberapa orang, kelompok, golongan atau sebuah organisasi
yang dengan mudahnya menyebut orang, kelompok, golongan atau organisasi lain
dengan sebutan “haram” dan kafir”. Dua kata yang dalam konteks agama
dikonotasikan sebagai hal-hal yang sangat negatif.
Jika
ditelusuri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “haram” berarti “terlarang” dan
“kafir” berarti “orang yang tidak percaya kepada allah”. Berdasarkan
pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dua kata tersebut adalah
dua kata yang tidak sepantasnya diucapkan dengan mudah apalagi jika ditujukan
terhadap sebuah subyek tertentu.
Dalam
pemahaman pribadi penulis baik itu dari segi ilmu pengetahuan secara umum
maupun dalam ilmu agama yang pernah penulis pelajari, bahwa yang punya hak
untuk menyebut “haram” dan “kafir” adalah zat yang maha kuasa yaitu tuhan yang
dalam pandangan orang Islam adalah ALLAH SWT. Meskipun penulis tidak memiliki
pemahaman terhadap konteks “haram” dan “kafir” dalam agama yang lain, tapi
sebuah keyakinan bahwa yang mempunyai hak tersebut adalah tuhan yang mereka
sembah bukan manusia yang berposisi sebagai umat maupun sebagai pemuka agama.
Sangat
tidak etis rasanya jika dengan mudahnya menyebut dua kata tersebut kepada
orang, kelompok, golongan atau organisasi. Karena bisa saja apa yang terlihat
dan terdengar sangat jauh berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi. Jika
terjadi hal-hal yang menurut pandangan pribadi berindikasi dengan kata
“haram” dan “kafir”, alangkah baiknya untuk tidak
langsung “mengharamkan” dan “mengkafirkan”, pelajari lebih mendalam dan
diskusikan.
Peristiwa
yang sangat fenomenal adalah ketika mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok yang
ketika itu masih menjabat dan akan mengikuti Pilkada untuk periode selanjutnya
menyampaikan sebuah pidato disuatu tempat yang isinya berkaitan dengan suatu
agama dan menurut beberapa orang itu dianggap sebagai suatu penistaan terhadap
agama tersebut. Reaksi yang muncul terhadap pidato tersebut adalah adanya aksi
damai yang dilakukan untuk menuntuk Ahok diproses hukum, dan pada saat ini
telah diputus oleh pengadilan terbukti melakukan penistaan agama dan Ahok
sementara menjalani masa penahanan.
Kasus
Ahok yang telah terjadi sekitar 1 tahun yang lalu inilah yang menurut penulis
menjadi awal dari isu “haram” dan “kafir”. Yang pada saat sekarang ini sangat
sering didengungkan dan dikait-kaitkan dengan pilpres yang akan dilaksanakan
April 2019 mendatang.
Berdasarkan
pantauan penulis di dunia maya khususnya sosial media baik itu Facebook,
Twitter, Whatsaap, dan Instagram, istilah “kafir” dan “haram” sering digunakan
dalam adu opini yang dilakukan oleh dua kubu pendukung antara petahana dan
oposisi. Yang membuat miris adalah pokok pembahasan dalam adu oponi terseut
bukanlah ide-ide, gagasas, inovasi atau lain-lain yang bersifat positif
melainkan saling mencaci, menjatuhkan, menyebut kalimat-kalimat yang tidak
sepantasnya diucapkan terhadap lawan bicara dan lebih parah adalah ketika
menyebut lawan sebagai “hewan”. Meskipun pada kenyataan akun-akun yang paling
sering dan paling banyak beradu opini adalah akun “anonim” yang tidak jelas
identitasnya yang sepertinya dibuat khusus hanya untuk menghina calon presiden
yang lain.
Memiliki
pandangan politik dan pilihan calon yang berbeda bukanlah alasan untuk saling
menjatuhkan, semua punya hak untuk memilih dan itu telah diamanatkan dalam
konstitusi negara. Apakah kita sebagai pendukung Jokowi atau pendukung Prabowo.
Kedua calon presiden tersebut adalah dua putra terbaik yang dimiliki Indonesia,
keduanya mempunyai kapabilitas untuk memimpim Indonesia kedepannya. Siapapun
yang nantinya akan menjabat sebagai presiden periode 2019-2024, sebagai warga
negara Indonesia kita berkewajiban untuk menghormati pemerintah yang sah.
Berhenti
untuk saling menghujat, menghina dan menjatuhkan satu sama lain, karena kita
adalah Bangsa Indonesia yang diikat dalam Bhineka Tunggal Ika yang dipersatukan
dalam jiwa Pancasila. Kita adalah bangsa yang merdeka bukan karena perjuangan
satu golongan saja, tapi kita adalah bangsa yang bersatu karena perbedan.
#KitaIndonesia
Disclaimer: tulisan ini murni pendapat saya pribadi, tidak ada maksud untuk merendahkan atau menjungjung tinggi suatu golongan.
Comments
Post a Comment