Resensi buku Teori
Negara Hukum
Judul buku : Teori Negara Hukum
Penulis : Fajlurrahman jurdi, S.H. M.H.
Penerbit : Setara Press
Tebal : i-xii + 258 halaman
Peresensi : Rusdi (B11115381)
Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin, Angkatan 2015
Fajlurrahman Jurdi, SH. MH. Selaku tenaga pengajar pada
Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univeristas Hasanuddin pada tahun
2016 kemarin kembali menerbitkan sebuah buku yang diberi judul Teori Negara
Hukum, buku tersebut diharapkan menjadi bahan pembelajaran mahasiswa hukum
khususnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan umumnya untuk
seluruh mahasiswa yang mengambil program studi yang berkaitan dengan hukum
maupun kenegaraan. Untuk lebih memudahkan pembaca dalam memahami isi buku ini
maka penulis membagi kedalam tiga bagian, diantaranya:
Pada bagian pertama yang menjadi pokok pembahasan adalah
sejarah Negara hukum, kalimat pertama yang akan dijumpai ketika mulai membaca
pembahasan buku ini adalah “sejarah Negara hukum itu sama tuanya dengan sejarah
demokrasi” kemudian dilanjutkan dengan kalimat berikutnya “hulu dari
pembelajaran mengenai Negara hukum dan demorasi yaitu pada zaman trio philosopher yakni Sokrates, Plato,
dan Aristoteles” dari kedua kalimat tersebut bisa diartikan bahwa antara Negara
hukum dengan konstitusi memiliki hubungan dan keterkitan yang erat serta lebih
memperjelas bahwa Negara yang baik adalah Negara yang menjungjung tinggi hukum
dan demokrasi untuk memberikan perlidungan bagi warga negaranya, sumber-sumber
dari pemikiran Negara hukum adalah zaman yunani.
Dalam politeia,tentang karya Plato yang sangat termasyur adalah
gagasan awal tentang Negara dan hukum yang diperkuat kemabli dengan Politikos yang berbicara tentang ahli
Negara, atau Statetman dan Nomoi yang berbicara mengenai mengenai hukum “the law”. Mengenai struktur Negara, Plato menganggap kelas-kelas
Negara terdiri atas para pemimpin, para tentara, dan para pekerja,
bentuk-bentuk pemerintahan, aristokrasi, timokrasi, oligarki, demokrasi dan
tirani. Berkenaan dengan eksistensi hukm, Plato bahwa filsuf-raja tidak perlu
tunduk pada hukum karena hukum hanya digunakan untuk masyarakat yang
dipimpinnya.
Lebih lanjut penulis menambahkan pedapat Plato tentang
legislasi dan tatanan politik yaitu merupakan sarana paling sempurna di dunia
ini utuk mencapai kebaikan. Karena alasan ini, Plato menolak mentah-mentah
untuk menyimpulkan hukum dari konstitusi yang ada yang biasanya merupakan
ekspresi dari hubungan aktual antara penguasa dan rakyat.
Selanjutnya yang menjadi pokok
pembahasan pada bagian kedua adalah Teori Negara hukum sesuai dengan judul buku
ini, apabila kita merujuk konsep hukum masa kini, maka bangunan dasar Negara
harus merespons realitas sosial (sosial
reality), dan respons terhadap realitas sosial agar teratur atau memiliki
keteraturan adalah dengan menggunakan hukum untuk mengikat mereka.
Ide Negara hukum, selain terkait
dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan ‘the rule of law’ juga berkaitan dengan
konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari
perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat
dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi. ‘nomos’
berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah
kekuasaan.
Profesor Utrecht menbedakan antara
Negara hukum formil atau Negara hukum klasik, dan Negara hukum materil atau
Negara hukum modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang
bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undang
tertulis. Sedangkan yang kedua, yaitu Negara hukum materil yang lebih mutakhir
mencakup pula pengertian keadilan didalamnya.
Menurut Malian, untuk pertama kalinya konsep tentang
Negara hukum dikemukana oleh plato kemudian selanjutnya dikembangkan dan
dipertegas kembali oleh Aristoteles. Didalam buku plato, yang berjudul, politea, diuraikan betapa penguasa
dimasa Plato hidup (429 SM-346 SM) sangatlah tirani, haus dan gila akan
kekuasaan serta sewenang-wenang dan sama sekali tidak memperdulikan kepentingan
rakyatnya. Selanjutnya Plato dengan gamblang menyampaikan pesan moral, agar
peguasa berbuat adil, menjungjung tinggi nilai kesusilaan dan serta senantiasa
memperhatikan kepentingan/nasib rakyat.
Sebenarnya ajaran kedaulatan rakyat yang mencerminkan
prinsip demokrasi dalam perkembangan sejarah pemikiran hukumdan politik memang sering
dipertentangkan dengan ajaran kedaulatan hukum berkaitan dengan prinsip
nomokrasi (Nomos Cratos atau Cratein) ajaran atau teori kedaulatan
hukum itu sendiri dalam istilah yang lebih popular dihubungkan dengan doktrin the rule of law dan prinsip rechsstaat (negara hukum). Perdebatan
teoritis filosofis mengenai mana yang lebih utama dari kedua prinsip kedaulatan
hukum atau kedaulatan rakyat ini dalam sejarah terus berlangsung sejak zaman
tunani kuno. Di zaman modern sekarang ini, upaya untuk merumuskan jalan
tengahnya juga harus terjadi. Misalnya dikatakan bahwa kedua prinsip itu tak
ubahnya merupakan dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanyamenyatu dalam
konsepsi Negara hukum yang demokrati ataupun Negara demokrasi yang berdasarka
atas hukum.
Pada bagian kedua buku ini juga membahas lebih lanjut
tentang Negara hukum profetik, rechsstaat,
common law, socialist legality, Negara hukum integralistik, Negara hukum
pancasila, Negara hukum postmodern, Negara hukum pascakolonial.
Pada bagian akhir atau bagian ketiga, disinilah hal yang
paling menarik dari buku ini dan menjadi kelebihan tersendiri. Pendapat ahli di
setiap buku pada umunya selalu ditempatkan pada awal pembahasan atau tengahnya
namun berbeda dengan buku ini, penulis menjadikan bagian ketiga atau bagian
akhir dari bukunya untuk meletakan semua pendapat-pendapat tokoh yang berkaitan
dengan teori Negara hukum. Beberapa pendapat yang di kutip dari buku ini,
diantaranya.
Niccolo
Machiavell, ia melihat Negara berada dalam dua kutub, yaitu kutub kekuasaan dan
anarki serta menurutnya politik dan moral adalah dua bidang yang tidak memiliki
hubungan sama sekali. Yang diperhitungkan hanyalah kesuksesan, sehingga tidak
ada perhatian pada moral di dalam urusan politik. Baginya hanya satu kaidah
etika politik: yang baik adalah apa saja yang memperkuat kekuasan raja. Teori
yang digagasa oleh Machiavell adalah bagian dari kekecewaan terhadap realita
masyarakat Italia pada masa itu.
Thomas Hobbes, individu menginginkan terbentuknya sebuah
Negara atau lebih tepatnya sebuah pemerintahan adalah disebabkan kebutuhan
mereka akan perlindungan. Mereka meginginkan keselamatan diri dan keluarga
mereka dari situasi yang tidak tenang karena konflik dan pembunuhan yang
mematikan diantara mereka. Akibatnya jika mereka ingin selamat, maka yang
mereka harus lakukan adalah menyerahkan seluruh hak mereka kepada penguasa,
termasuk hak untuk melawan hak penguasa tersebut.
John Locke, pandangannya tentang
Negara terdapt didalam bukunya yang berjudul Two Treatises of Civil Government (Dua Tulisan Tentang Pemerintahan).
Secara garis besarnya ia menjelaskan tahap-tahap perkembangan masyarakat
menjadi tiga, yakni kedaan alamiah (the
state of nature), keadaan perang (the
state of war), dan negara(commonwealth).
Secara
umum buku ini sangat bagus untuk dijadikan bahan bacaan mahasiswa yang ingin
lebih memperdalam keilmuanya tentang Negara hukum, selain penggunaan bahasa
yang termasuk mudah dimengerti juga teori teori yang dihadirkan bisa dikatakan
lengkap.
Comments
Post a Comment