Beberapa tahun belakangan ini kodrat
sebagai seorang wanita lambat laun mulai lebih dihargai oleh kaum laki-laki
dalam beberapa aspek kehidupan. Hal tersebut sangat kontraks dengan apa yang
terjadi dengan kaum perempuan pada masa lampau, pada masa-masa pemerintahan
absolut dan diktator berkuasa seorang perempuan dianggap tidak lebih dari
pemuas nafsu belaka oleh kaum laki-laki. Tepatnya pada masa perbudakan masih
ada diatas muka bumi ini, kaum perempuanlah yang paling banyak dijadikan
sebagai budak dibandingkan dengan kaum laki-laki untuk diperjual belikan.
Penderitaan yang dialami perempuan pada masa perbudakan sangatlah miris, selain
dijadikan sebagai pemuas nafsu mereka juga mendapatkan penyiksaan fisik dari majikannya
dan yang lebih tragis banyak kaum perempuan yang sampai meregang nyawa. Seperti
apa yang terjadi pada awal perang dunia pertama dimulai sampai berakhirnya
perang dunia kedua, bahkan jika ditarik ratusan tahun sebelumnya yaitu tepatnya
pada masa kejayaan peradaban Romawi.
Seiring dengan berjalannya waktu,
sistem perbudakan mulai ditinggalkan dikarenakan dianggap tidak menghargai dan
menghormati hak dan kewajiban sebagai seorang manusia. Sebagai titik terang
yang paling awal mengenai penghapusan perbudakan maka pada tanggal 10 Desember 1948
setelah berakhirnya perang dunia kedua, dideklarasikanlah Universal Declaration of Human Rights atau pernyataan sedunia
tentang hak asasi manusia pada sidang PBB yang dilaksanakan di istana Chaillot,
Paris, oleh karena itu setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari hak
asasi manusia. Di Indonesia HAM diatur dalam UUD 1945 tepatnya dalam bab 10
mulai dari pasal 28A sampai pasal 28J. Penjelasan mengenai HAM secara eksplisit
diatur dalam undang-undang nomor 39 tahun 1999, UU ini juga menjadi landasan
dalam pembentukan dan penyelenggaraan Komnas HAM.
Jumlah penduduk Indonesia yang
setiap tahunnya mengalami peningkatan yang terus menerus, pada akhir tahun 2015
kemarin jumlah penduduk Indonesia menyentuh angka 254,9 juta jiwa yang terdiri
dari penduduk laki-laki 126,8 juta jiwa dan penduduk perempuan 126,8 juta jiwa.
Berbanding lurus dengan peningkatan angka kejahatan dan kekerasan dalam
masyarakat. Dikarenakan jumlah penduduk perempuan di Indonesia hampir sebanding
dengan jumlah penduduk laki-laki sehingga peran serta perempuan dalam
pembangunan sangat penting, baik perannya dalam bidang pemerintahan, ekonomi,
maupun sosial. Sebenarnya Negara Indonesia sudah sejak lama memperhatikan peran
perempuan dalam pembangunan nasional, hal ini terbukti dengan adanya kementrian
khusus yang dibentuk pemerintah pada tanggal 19 Maret 1983 yaitu Kementrian Negara
Peranan Wanita dengan Lasiyah Soetanto sebagai menteri yang pertama. Kementrian
ini beberapa kali mengalami perubahan nama diantaranya Kementrian Negara Urusan
Peranan Wanita, Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan, Kementrian Negara Pemberdayaan
Wanita dan yang terakhir yaitu Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Dan
Perlindungan Anak yang digunakan sekarang ini dalam kabinet yang dibentuk oleh
Presiden Joko Widodo.
Pada saat sekarang ini peran
perempuan bukan hanya dalam mengurus rumah tangga akan tetapi bisa dijumpai
disetiap bidang. Dalam sektor ekonomi misalnya banyak perempuan yang memilih
untuk terjun kedalam dunia bisnis dan industri serta terlibat langsung dengan
perusahaan-perusahaan baik yang bersifat BUMN, BUMD, ataupun milik swasta.
Sedangkan dalam bidang politik dan pemerintahan adalah munculnya beberapa perempuan
yang terpilih dalam pemilu dan duduk di kursi parlemen. Hal ini dilandasi oleh
UU No. 8 Tahun 2012 tentang pemilu legeslatif yang memerintahkan partai politik
untuk memasukkan minimal 30% perempuan dalam calon anggota legeslatif, meskipun
dalam perkembangannya terjadi penurunan dimana pada periode 2014-2019 yang
berjumlah 97 orang dibandingkan dengan periode 2009-2014 yang berjumlah 103
orang.
Pencapaian terbesar yang dicapai
oleh kaum perempuan sepanjang masa kemerdekaan Indonesia adalah terpilihnya
Megawati sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia. Semenjak saat itu
mulai banyak bermunculan perempuan-perempuan hebat yang menjadi seorang
pemimpin, baik sebagai pemimpin perusahaan, instansi pemerintahan, gubernur,
bupati/wali kota, camat dan kepala desa. Beberapa perempuan hebat Indonesia
yang memiliki jiwa kepemimpinan yang sekarang ini cukup terkenal diantaranya
Susi Pudjiastuti sebagai Menteri kalautan dan perikanan dan Tri Rismaharani
sebagai wali kota Surabaya.
Masih banyak masyarakat yang
mengatakan bahwa laki-laki yang harus menjadi pemimpin, namun sebenarnya
terpilihnya perempuan sebagai pemimpin bukan suatu hal yang tidak mungkin
selama dia memiliki kompetensi dan memenuhi persyaratan sebagai seorang
pemimpin, bisa menjalankan roda pemerintahan serta mampu mempertanggungjawabkan
keputusan yang dikeluarkanya. Sejatinya perempuan memang harus diberikan
kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin karena tidak semua laki-laki memiliki
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab, dan sekarang ini sudah banyak perempuan
yang siap untuk menjadi seorang pemimpin. Akan tetapi ada satu hal yang perlu
diingat bahwa perempuan boleh saja menjadi pemimpin dalam segala bidang namun
tidak dalam urusan rumah tangga, karena setinggi apapun pangkat yang dimiliki
oleh seorang perempuan dia harus tetap patuh kepada suaminya yang berposisi
sebagai kepala keluaraga atau pemimpin dalam lingkup keluarga, hal ini
berlandaskan al-qur’an surah an-nisa ayat 34 yang berbunyi “kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita”. Maka dari itu seorang perempuan harus siap
untuk dipimpin dalam kehidupan rumah tangga dan siap untuk memimpin dalam
pekerjaan jika dibutuhkan.
Rusdi
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Comments
Post a Comment